Google Search

MAKSUD POLITIK (Dibalik Isu Tunda Pilkada)

Oleh Irwansyah Putra Psa

Tunda Pilkada!! adalah kalimat yang nyaring terdengar di Aceh akhir-akhir ini. Mulai dari mulut sebagian elit politik sampai teriakan para demonstran dalam sejumlah aksi massa dengan alasan beragam. Walaupun demikian, tidak semua rakyat Aceh menginginkan pilkada ditunda. Survey Occidental Risearch Institute (ORI) membuktikan, lebih dari separuh penduduk Aceh menginginkan pilkada damai dan tepat waktu.
Seiring dengan telah adanya keputusan final Mahkamah Konstitusi (MK), kamis 24/11 yang memerintahkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan KIP Kabupaten/Kota untuk melanjutkan tahapan pilkada.
Harapannya semua pihak  dapat menjadikan keputusan MK sebagai babak akhir dari “konflik regulasi”, supaya tidak ada lagi pihak-pihak yang menyalahgunakan isu tunda pilkada untuk kepentingan politik tertentu.

Secara bahasa, istilah “tunda” atau “mengulur waktu" dapat dimaknai sebagai upaya memperlambat sesuatu yang seharusnya terjadi pada saat itu, agar dilaksanakan pada waktu yang lain. Dalam kehidupan sehari-haripun, permintaan menunda kerap kita temui. Permintaan itu, biasanya datang dari orang-orang yang belum memiliki kesiapan yang cukup terhadap suatu keadaan pada waktu tertentu, sehingga bila diberikan waktu yang lebih lama mereka berharap dapat mempersiapkan diri secara matang. Padahal, tidak semua orang yang diberikan waktu lebih, dapat mempersiapkan sesuatu menjadi lebih baik. Apalagi kalau permintaan tunda datangnya dari seseorang yang mengidap “penyakit” suka menunda-nunda, hal tersebut dapat dipandang sebagai alasan dan akal-akalan saja.

Sekedar kilas balik, “konflik regulasi” sebenarnya sudah dimulai sejak adanya keputusan MK yang memperbolehkan calon perseorangan bertarung dalam pilkada Aceh. Bahkan sebelum adanya keputusan MK tentang calon perseorangan, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf termasuk salah seorang yang “keberatan” akan adanya calon perseorangan dalam pilkada Aceh. Walau sekarang ia berbalik arah dan maju lewat tersebut. memang begitulah hukum politik, berubah-ubah tergantung kepentingan dibaliknya. Machiavelli dalam “il principle”nya, menggambarkan bahwa politik kerap menjadi ruang yang bebas, dimana para aktor dapat saja menggunakan cara apapun untuk meraih kekuasaan, termasuk manipulasi dan tipu muslihat. Makanya jangan heran bila ada politisi yang hari ini mengatakan “A”– boleh jadi, besok akan mengubah perkataannya menjadi “Z”. Karena itu, publik Aceh perlu berhati-hati terhadap para politisi yang suka berubah-ubah. 

Maksud Politik 

Strategi mengulur waktu sebenarnya bukanlah barang baru dalam sejarah Aceh. Bahkan sejak zaman perang, kolonialis Belanda telah menggunakan trik tarik-ulur sebagai suatu siasat. Kala itu Belanda sedang terjepit dan terkepung karena gempuran mujahidin Aceh dibawah pimpinan Teungku Chik Ditiro, dengan memanfaatkan ketulusan Teungku Tiro yang mengirim surat dengan permintaan memeluk islam supaya boleh berdagang di Aceh, Belanda telah mendiamkan surat Teungku waktu yang lama untuk mendatangkan bantuan penguatan pasukan marsoseWalhasil, perangpun dimulai lagi dan Belanda merasa telah kembali kuat. 
Perang dan politik adalah dua hal yang hampir sama, seperti kata Mao Tse Tung “Perang adalah politik berdarah, dan politik adalah perang tak berdarah”. Karena itu penggunaan logika perang dalam menganalisa sautu siasat politik adalah hal yang dapat dipertanggungjawabkan. Sekali waktu tanpa sengaja, saya bertemu dengan salah seorang pimpinan demonstran yang menuntut tunda pilkada. Secara terbuka ia mengatakan, “kami bukan sedang berdemontrasi, tapi sedang berkampanye untuk calon gubernur pulan”. 

Mengamati peta pendukung suara tunda adalah politisi dari partai-partai yang tidak mendaftarkan calon gubernurnya. Bacaan saya setidaknya ada dua emotivasi politik, dari upaya menunda pilkada tersebut. Pertama; sebagai psy war untuk mengganggu psikologi tim sukses balon gubernur yang telah mendaftar. Yang hendak dicapai dari trik ini adalah menghilangkan fokus tim sukses dari konsolidasi lapangan kepada counter isu, munculnya rasa bosan karena terlalu lama mengurus kerja politik “itu-itu saja”; Kedua; memunculkan kegaduhan politik. Supaya pemerintah pusat dalam hal ini presiden akan mempertimbangkan keinginan si pengulur. Dengan kata lain, semakin lama waktu pilkada maka para balon yang belum mendaftar dan yang “masbuk” dapat membangun konsolidasi politik yang lebih lama. “saya maju, supaya pilkada ditunda” kata seorang balon gubernur yang mendaftar “masbuk” setelah putusan sela MK melalui Serambi Indonesia, edisi 13 November 2011.

Penggalan sejarah Perang Chik Ditiro-Belanda, mengingatkan kita tentang apa yang dikatakan para antropolog tentang tujuan penjajahan. Bahwa penjajahan disamping bertujuan menguasi sumberdaya alam negara jajahan, juga dijadikan sebagai sarana “meng-impor” budaya dan ideologi. Sehingga tidak mengherankan, apabila negara-negara bekas kolonial memiliki kemiripan budaya serta ideologi dengan bekas penjajahnya. Malaysia yang dijajah Inggris, memiliki cara pandang yang berbeda dengan Indonesia yang dijajah Belanda. Padahal Indonesia maupun Malaysia adalah dua negara serumpun melayu. Karena itu, kita tentu tidak berharap adanya elit Aceh yang terjangkit virus “politik ulur waktu”, apalagi dalam kamus orang Aceh “let musoh, cok peukateun” adalah aib,–yang prilakunya dianggap sebagai “buet peumalee kawom”. Dan jangan salahkan rakyat, bila nantinya akan memberi “cap buruk” kepada mereka yang ikut meniru cara-cara berpolitik “musoh”. 

Penulis adalah Plh Ketua IPAU Banda Aceh
ditulis pada Tanggal 15 November 2011


#

Artikel Terkait



1 comments:

Anonim mengatakan...

pilkada tetap lanjut kan.. hehehe
analisis yang rendah
hahah

preman.7kepala

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan disini,
Terimakasih atas Kunjungan anda

TENTANG YANG POENYA BLOG INI

Foto saya
Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Dilahirkan di Gampong Pedalaman Aceh, Menempuh Pendidikan Sampai Tingkat SMA disana, Pindah dan Merantau Ke Banda Aceh. Saat ini berdomisi di Jakarta. Berminat pada kajian isu-isu sosial, ekonomi, politik. Bercita-cita Menjadi Pengusaha sekaligus politisi profesional Yang Senantiasa Akan Berjuang Untuk Mewujudkan Peradaban Yang Lebih Baik.