Google Search

Diskusi Kritis Mahasiswa Peduli Perdamaian Aceh Pasca MoU Helsinky

Maraknya aksi kriminal yang terjadi di Aceh pasca MoU Helsinky, merupakan preseden buruk bagi keberlanjutan perdamaian abadi yang diharapkan oleh semua pihak. Betapa tidak, eskalasi kejahatan bersenjata yang dilakukan oleh orang tak dikenal (otk) itu, telah memicu reaksi keras Pangdam Iskandar Muda Supiadin AS, dengan mengatakan bahwa pelaku kejahatan tersebut adalah mantan kombatan GAM yang tidak patuh pada pimpinan (lihat, serambi Indonesia edisi 05 Juni 2007).
Terlepas benar dan tidaknya isu yang dimunculkan Pangdam, namun

pernyataan tersebut tentu akan memberi implikasi negatif bagi terbangunnya kepercayaan antara KPA-TNI/Polri, yang kemudian menjadi embrio lahirnya konflik baru di Aceh. Lahirnya konflik bersenjata
di Aceh pada awal-awal tahun 2000, dimulai dengan meningkatnya tindak kriminal yang terjadi dalam masyarakat, embrio-embrio itu kemudian mengkristal dan menjadi perang bersenjata yang luas antara Pemerintah dengan GAM. Jika tesis sejarah terhadap kemunculan konflik bersenjata di Aceh ini benar adanya, maka yang menjadi pertanyaan adalah, apakah saat ini perdamaian di Aceh sudah berada diambang kehancuran?. Namun demikian, tidaklah semudah itu konflik dapat mengemuka, jika semua pihak terutama RI-GAM memiliki komitmen terhadap MoU yang telah mereka cetuskan. Dalam hal ini, dukungan masyarakat sipil untuk mewujudkan perdamaian abadi sangat penting, terutama untuk mendorong para pihak (RI-GAM) agar tidak membuat manuver dan pernyataan-pernyataan yang kontra produktif dengan semangat MoU Helsinky itu sendiri. Disisi lain, Pemerintah RI dinilai belum sepenuhnya memiliki niat yang tulus untuk memenuhi seluruh kesepakatan MoU. Hal ini dapat terlihat, dari banyaknya klausul-klausul MoU yang belum diselesaikan Pemerintah, seperti; Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Pengadilan adhoc HAM, pembebasan Narapidana Politik, pembagian kewenangan Aceh serta bagi hasil migas juga masih kabur. Persoalan tersebut diperparah lagi dengan belum dibuatnya Peraturan Pemerintah (PP) yang mendukung pelaksanaan UUPA. jika tanggung jawab pemerintah RI seperti yang disebutkan diatas tidak secepat mungkin diselesaikan, ada kekhawatiran, bahwa GAM atau mungkin masyarakat sipil akan melakukan kembali perjuangan bersenjata, yang pada akhirnya berimbas rusaknya perdamaian. Untuk itu, diperlukan peran masyarakat sipil dalam mendorong realisasi MoU helsinky harus dilakukan dengan konfrehensif. Lantas siapa yang akan melakukan upaya ini?. jawabannya adalah semua masyarakat Aceh, terutama kaum terpelajar (mahasiswa). Namun, Jika kita menilik lebih jauh, dengan menggunakan analisis pada pemberitaan media, maka akan ditemukan kenyataan bahwa gerakan mahasiswa untuk mewujudkan perdamaian di Aceh sangat lemah, bahkan gerakan mahasiswa Aceh nampaknya lebih memilih sikap wait and see terhadap keberlanjutan perdamaian di Aceh. Gerakan mahasiswa Aceh, lagee ka habeh batrey. Atau mungkin, identitas mahasiswa Aceh tidak lagi memiliki sense of crisis terhadap penderitaan rakyatnya? Bentuk Kegiatan Diskusi dan curah pendapat. Tujuan 1.mendorong lahirnya sikap kritis mahasiswa sebagai inti kekuatan rakyat dalam peranannya mewujudkan perdamaian abadi di Aceh 2.membangun kesadaran gerakan mahasiswa Aceh pasca MoU 3.wacana pencerah tentang konstalasi politik Aceh pasca MoU Helsinky. 4.sebagai wadah sharing idea untuk memperkuat pemahaman tentang isu-isu perdamaian 5.wadah silaturrahmi dan konsolidasi bersama. Jadwal dan Tempat Kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan pada : Hari/Tanggal : Sabtu, 09 Juni 2007 Pukul : 09.30 – 12.30 WIB Tempat : Ruang Sayap Kanan, LT.II Biro IAIN Ar-Raniry Materi Diskusi 1. “Peran Gerakan Mahasiswa dalam merespom isu-isu Perdamaian” Oleh Hendro (Mantan Aktivis SMUR) 2. “Konstalasi Politik Pasca MoU; agenda-agenda perdamaian yang belum selesai” oleh Muhammad MTA (Ketua Humas SIRA) Peserta Peserta kegiatan ini adalah lembaga kemahasiswaaan se-kota Banda Aceh. Pelaksana Himpunan Mahasiswa Jurusan Adab Sejarah dan Kebudayaan (HMJ-ASK) Facultas Adab IAIN Ar-Raniry bekerjasama dengan Mahasiswa Peduli Perdamaian Aceh (MaPPA).
#

Artikel Terkait



1 comments:

Anonim mengatakan...

heeeeee...
emang, ada2 aja..
Pemerintah..

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan disini,
Terimakasih atas Kunjungan anda

TENTANG YANG POENYA BLOG INI

Foto saya
Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Dilahirkan di Gampong Pedalaman Aceh, Menempuh Pendidikan Sampai Tingkat SMA disana, Pindah dan Merantau Ke Banda Aceh. Saat ini berdomisi di Jakarta. Berminat pada kajian isu-isu sosial, ekonomi, politik. Bercita-cita Menjadi Pengusaha sekaligus politisi profesional Yang Senantiasa Akan Berjuang Untuk Mewujudkan Peradaban Yang Lebih Baik.