Google Search

Tentang "Jenderal" posting arsip 8 tahun yang lalu


Tuan Jenderal, lama sudah tak bertemu, sms-pun tidak, telpon juga tiada. Terbesit niat untuk berkomunikasi, rasanya aku takut mengganggu segudang aktivitas padat mu jenderal. 

Aku mengerti sangat, menjelang detik-detik perang yang hampir di depan mata, seluruh energi, sedang jenderal curahkan pada kemenangan perang yang telah di tabuh genderangnya dua tahun yang lalu, mulai dari agenda wajib mengurus pemerintahan bisa, ada pula tetebengek tim sukses dari beragam lembaga dengan masalahnya masing-masing sampai kepada menahkodai kerja partai-partai politik pengusung, pendukung juga, plus tokoh masyarakat Aceh sekaligus para ulama yang semuanya itu telah menyandarkan harapannya pada kemenangan politik kita.

Sebagaimana aku pernah belajar banyak dari mu jenderal, bahwa perang  di belahan dunia manapun, termasuk perang politik memang memiliki ciri masalah yang hampir sama—ketika peluru telah ditembakkan, sementara pasukan musuh yang bodoh masih saja lalu lalang dihadapan mata—maka penyakit serius petempur yang lemah mental adalah ragu. Dari ribuan petempur yang telah jenderal siapkan, yang aku lihat hanya satu atau dua orang saja yang mentalnya lemah, dan itu bukan masalah, karena dua dari ribuan petempur yang jenderal punyai, ia tak berpengaruh apapun pada kemampuan petempur jenderal memenangkan pertempuran ini.

Aku yakin, jenderal kami telah punya prediksi dan taksiran akan hadirnya situasi seperti ini, dan yang kulihat engkau masih pada keyakinanmu. Jenderal.. aku punya keyakinan satu hal, bahwa ketika perintahmu datang —niscaya ribuan petempur kita akan kembali menembakkan pelurunya kepihak musuh, hanya saja yang diperlukan saat ini adalah kesiagan jiwa-raga seluruh petempur kita untuk menuai menang, supaya ketika perang kembali bergelora dan tumpah ruah, seluruh petempur kita sudah tahu, kemana mereka mesti mengarahkan moncong senjatanya, menembak musuh yang mana, InsyaAllah ketika perang itu datang kehadapan kita, maka kemenangan yang sesungguhnya adalah milik kita. 

Aku tau pasti, keyakinan jenderal teguh, karena jenderal telah ditempa masa-masa sulit "konflik",  seperti yang jenderal tunjukkan pada seluruh dunia, jenderal kami tak bergeming. Ketika semua orang meragukan buah perjuangan dari suara rakyat yang jenderal suarakan.
Kau jenderal—tanpa terduga, telah memilih menanggalkan hedonisme aktivis dengan segudang pujian dan tawaran indah dari musuh mu saat itu.

Jenderal kami, kau telah memilih jeruji besi, ketimbang lari dari medan perang, seperti yang ditunjukkan oleh rekan-rekan mu aktivis yang lain, yang aku sering sebut mereka sebagai “aktivis kacangan” yang kadar ideologinya rendah dan tak pantas untuk memimpin bangsa Aceh yang keras kepala dengan harga dirinya yang tinggi melambung. 

Jenderal kami, kau juga sudah buktikan pada dunia bagaimana engkau menangkan pilkada lalu dengan sempurna, ketika para politisi menganggap rendah pada kapasitas politik mu—dengan bahasa menghina—"masih hijau" kata mereka sesumbar. Dengan keberanian dan pesona mu, kau telah ukir sejarah. "Hanya ada satu-satunya didunia, pesona seorang Wakil telah memenangkan Gubernur dalam pemilu yang melibatkan  rakyat secara massal". Pertunjukan terakhir Jenderal yang ikut aku nikmati geloranya adalah bagaimana engkau dengan penuh percaya diri, meyakinkan ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang dalam hal ini juga seorang Presiden untuk mengusungmu sebagai calon Gubernur, padahal partai yang engkau bina harus kita akui mengalami kekalahan telak di 2009, ternyata presiden menaruh hati padamu, bahkan banyak ku dengar dari lawan-lawan politikmu, disela-sela makiannya, mereka masih saja memujimu dengan sebutan politisi muda yang kapasitas politiknya jauh melampaui umurnya.  

Satu hal yang aku dan seluruh pasukan ingin selalu dengarkan darimu Jenderal, adalah auman sang singa mu, bahasa penyemangat kepemimpinanmu, karena selama ini bicaramu yang penuh kepastian, keras namun santun adalah pesona yang membuat orang-orang seperti aku dan ribuan petempur lain rela mengikuti kepemimpinanmu dengan segala konsekuensi.

Jenderal, aku dan mungkin juga seluruh petempur kita selalu menanti hadirmu disisi kami, sebagaimana yang telah biasamemberi petuah agama, sejarah dan tamaddun supaya visi menyelamatkan, mencerdaskan dan mensejahterakan Aceh menjadi kenyataan yang tidak terbantahkan  ketika ditulis oleh mereka yang gemar membukukan sejarah.

Kita pasti menang jenderal! 
Semua musuh kita akan bertekuk lutut dan tanpa kita minta sekalipun, akan dengan jujur, suka-tidak suka mereka akan mengatakan bahwa jenderal adalah satu-satunya pemimpin Aceh setelah Sultan Iskandar Muda yang wafat pada tanggal hari ini ratusan tahun yang lalu, dengan kebijaksanaan ilmu agama, kelihaian ilmu perang, pengetahuan ilmu ekonomi yang memukai dan akan mampu membawa Aceh menuju zaman ke-emasannya sebagaimana yang dinantikan oleh seluruh rakyat yang menggantungkan harapannya pada sang jenderal. 
#

Artikel Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan disini,
Terimakasih atas Kunjungan anda

TENTANG YANG POENYA BLOG INI

Foto saya
Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Dilahirkan di Gampong Pedalaman Aceh, Menempuh Pendidikan Sampai Tingkat SMA disana, Pindah dan Merantau Ke Banda Aceh. Saat ini berdomisi di Jakarta. Berminat pada kajian isu-isu sosial, ekonomi, politik. Bercita-cita Menjadi Pengusaha sekaligus politisi profesional Yang Senantiasa Akan Berjuang Untuk Mewujudkan Peradaban Yang Lebih Baik.